Kompassidik.online|Tanjungpinang Aktivitas tambang bauksit ilegal kembali menjadi sorotan di Kota Tanjungpinang. Diduga, kegiatan tambang ini berlangsung di atas lahan sitaan negara, yang secara hukum telah menjadi milik negara. Fakta ini memunculkan kekhawatiran serius akan lemahnya pengawasan dan potensi pembiaran oleh oknum-oknum instansi terkait. Kamis 03 Juli 2025.
Salah satu titik yang menjadi perhatian berada di Sei Carang, di mana aktivitas awal tambang, seperti pencucian batu, mulai terpantau diduga di lokasi yang disebut merupakan aset negara hasil penyitaan.
“Dugaan sementara memang betul ada aktivitas cuci batu, tambang bauksit ilegal yang mau beroperasi di Kota Tanjungpinang,” ungkap sumber terpercaya kepada media ini, Selasa (2/7/2025).
Di lokasi, aktivitas muat bauksit ke tongkang pengangkut terlihat disiagakan. Tidak satu pun pekerja bersedia memberikan keterangan. Mereka memilih diam dan menjauh ketika diminta menjelaskan identitas perusahaan yang mengoperasikan tambang tersebut.
🟥 Daftar Titik Stockpile Bauksit Sitaan Negara
Berikut rincian titik lokasi dan volume stockpile biji bauksit yang telah disita dan ditetapkan menjadi aset milik negara, namun sebagian besar diduga belum sepenuhnya aman dari aktivitas ilegal:
No. Lokasi Volume (ton) Disebut Milik
1 Pulau Kentar Blok 1 300.000 Heru Grandi
2 Pulau Kentar Blok 2 100.000 Heru Grandi
3 Wacopek, Bintan 1.000.000 Iemron
4 Tembeling 200.000 Eddy Rasmadi
5 Pulau Kelong 1.000.000 Eddy Rasmadi
6 Pulau Angkut 200.000 Abdurrahim Kasim Djou
7 Pulau Malim 450.000 Terris Tanoedjaya
8 Pulau Dendang 150.000 Wahyu Budi Wiyono
9 Pulau Tanjung Moco 100.000 Wahyu Budi Wiyono
10 Senggarang Besar 200.000 Arpan Sidik
11 Sei Timun 100.000 Arpan Sidik
12 Sei Carang 50.000 Arpan Sidik
13 Dompak Laut 100.000 Arpan Sidik
14 Tanjung Lanjut 300.000 Arpan Sidik
📌 Total Volume: 4.250.000 metrik ton
Bayangan Perusahaan Gelap dan Minimnya Penegakan Hukum
Diduga kuat, tambang-tambang ilegal ini dikelola oleh perusahaan bayangan tanpa legalitas formal. Mereka memanfaatkan lahan sitaan negara sebagai celah untuk meraup keuntungan pribadi, tanpa kontribusi ke negara, tanpa pengawasan, dan tanpa akuntabilitas hukum.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari aparat penegak hukum, Bea Cukai, Syahbandar, maupun instansi teknis lain. Proses investigasi juga belum berjalan karena terkendala koordinasi lintas sektor.
Publik Menanti: Sampai Kapan Negara Kalah di Lahan Sendiri?
Kasus ini menambah daftar panjang lemahnya pengawasan pertambangan di Provinsi Kepulauan Riau. Aktivitas tambang ilegal bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga merusak lingkungan dan mencoreng integritas hukum.
Pertanyaan krusial kini menggantung di ruang publik:
Sampai kapan tambang ilegal dibiarkan merajalela di atas aset negara?