Jaksa Tolak PK Pasutri Terpidana Pemalsuan Surat Rp.583 Miliar, PK Tak Boleh Jadi Celah Lolos Dari Hukuman

  • Bagikan

MEDAN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septian Napitupulu menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pasangan suami istri, Yansen dan Meliana Jusman, dalam sidang di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (2/7/2025). Pasutri itu merupakan terpidana kasus pemalsuan surat yang menyebabkan kerugian hingga Rp583 miliar.

“Kami menolak PK pemohon dan menyatakan putusan kasasi yang menghukum terpidana Yansen dan Meliana Jusman masing-masing dua tahun enam bulan penjara sudah tepat,” ujar Jaksa Septian saat membacakan jawaban kontra memori di hadapan majelis hakim yang diketuai As’ad Rahim Lubis.

Usai pembacaan jawaban jaksa, kuasa hukum pemohon menghadirkan saksi bernama Arianto. Namun saat ditanya JPU, saksi mengaku tidak mengetahui duduk perkara yang menjerat pasutri tersebut.

“Saya tidak tahu perkara yang membuat mereka dipenjara. Yang saya tahu, ini terkait laporan dari Hok Kim,” kata Arianto di hadapan majelis hakim.

Sidang rencananya akan dilanjutkan pekan depan untuk mendengarkan kesimpulan dari masing-masing pihak. Yansen dan Meliana mengikuti jalannya persidangan secara daring dari Rutan dan Lapas Kelas I Medan, tempat keduanya kini menjalani masa hukuman.

Dalam putusan kasasi No. 357 K/PID/2025, Mahkamah Agung (MA) menyatakan Yansen dan Meliana bersalah menggunakan surat palsu seolah-olah asli, sebagaimana dakwaan JPU berdasarkan Pasal 263 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Majelis kasasi mengabulkan permohonan JPU dan membatalkan putusan PN Medan. Menghukum para terdakwa dengan pidana masing-masing dua tahun enam bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Kasasi, Soesilo, dalam amar putusannya yang dibacakan Senin (9/6/2025).

Putusan MA ini lebih ringan dibanding tuntutan JPU Septian Napitupulu yang sebelumnya menuntut lima tahun penjara. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Medan yang diketuai M. Nazir memvonis lepas keduanya. Hakim menyatakan unsur dakwaan terbukti, namun bukan merupakan tindak pidana (onslag van rechtvervolging).

Eksekusi terhadap pasutri ini dilakukan Kejaksaan Negeri Medan pada Selasa (10/6/2025). Keduanya datang memenuhi panggilan jaksa dan langsung ditahan usai menjalani proses administrasi. Yansen ditahan di Rutan Kelas I Medan, sedangkan Meliana dititipkan ke Rutan Perempuan Tanjung Gusta.

Kasipidum Kejari Medan, Denny Marincka, membenarkan pelaksanaan eksekusi tersebut. “Kami hanya menjalankan isi putusan MA yang menghukum kedua terpidana masing-masing dua tahun enam bulan,” ujarnya.

Berdasarkan dakwaan, perbuatan pemalsuan surat dilakukan sejak 2009 hingga 2021 di Bank Mestika, Cabang Zainul Arifin Medan. Yansen dan Meliana membuat surat kuasa palsu yang seolah-olah ditandatangani Direktur CV Pelita Indah, Hok Kim, untuk menarik dana perusahaan.

Dengan surat kuasa palsu itu, Yansen yang menjabat Komisaris CV Pelita Indah berhasil mencairkan dana senilai Rp583 miliar. Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian besar dan terganggu kontraknya dengan PT Musim Mas dalam proyek pembangunan properti di Pulau Kalimantan.

Praktisi hukum asal Medan, Syarwani menilai PK yang diajukan terpidana pemalsuan Yansen dan istrinya Meliana Jusman memang hak terpidana, namun peluang dikabulkan kecil sekali dan ini hanya mengulur waktu saja.

Hal itu dikemukakan Syarwani yang juga Sekretaris NasDem Sumut menanggapi upaya kedua terpidana pemalsuan mengajukan PK.

Menurut mantan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Kota Medan ini, permohonan PK itu harus didasari adanya novum (bukti baru) yang belum pernah diperiksa di pengadilan.

“Saya rasa pengajukan PK itu hanya untuk mengulur-ulur waktu saja seolah-olah terpidana menuntut keadilan,” ujar orang kedua di partai NasDem Sumut itu.

Hal senada juga diakui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan Septian Napitupulu.

“Saya rasa kecil kemungkinan adanya novum dalam pengajukan PK pasutri tersebut, alasannya semua bukti sudah terungkap di persidangan,” ujar JPU yang menuntut Yansen dan Meliana Jusman masing-masing 5 tahun penjara itu.

Ditanya apakah permohonan PK pernah dikabulkan di Medan, Jaksa Septian mengakui seingatnya belum ada perkara PK yang dikabulkan

“Seingat saya belum ada perkara PK yang ditangani Kejari Medan dikabulkan hakim,” ujarnya.

Diketahui saat ini kedua terpidana sedang menjalani hukuman 2 tahun 6 bulan penjara setelah Mahkamah Agung (MA) menganulir putusan Hakim PN Medan yang memvonis lepas (onslag) Yansen dan Meliana Jusman.

Dalam putusan kasasi No. 357 K/PID/2025, MA menjatuhkan hukuman penjara kepada pasutri itu selama dua tahun dan enam bulan (2,5 tahun).

“Mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU), batal judex facti (membatalkan putusan Pengadilan Negeri/PN Medan). Pidana penjara masing-masing dua tahun enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Kasasi, Soesilo, dalam amar putusannya yang dilihat awak media, Selasa (1/7/2025).

MA meyakini kedua terpidana itu, terbukti bersalah menggunakan surat palsu seolah-olah asli sebagaimana dakwaan kedua JPU, yaitu Pasal 263 ayat (2) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU pada Kejaksaan Negeri Medan, Septian Napitupulu, yang menuntut para terdakwa 5 tahun penjara.

Sebelumnya, majelis hakim PN Medan yang diketuai M. Nazir memvonis lepas Yansen dan Meliana. Hakim menilai dakwaan JPU terhadap kedua terdakwa terbukti, akan tetapi bukan tindak pidana (onslag).

Dalam surat dakwaan diuraikan, perbuatan kedua terdakwa dilakukan sejak 2009 sampai 2021 di Bank Mestika Cabang Zainul Arifin Medan.

Kedua terdakwa membuat surat kuasa palsu yang seolah-olah ditandatangani langsung oleh Direktur CV Pelita Indah, Hok Kim, untuk menarik uang di bank tersebut.

Dengan surat kuasa palsu itu, Yansen selaku Komisaris CV Pelita Indah berhasil mencairkan dana perusahaan yang bergerak di bidang properti tersebut senilai Rp583 miliar.

Akibatnya, CV Pelita Indah mengalami kerugian serta gangguan dalam kontrak kerjanya dengan PT Musim Mas berupa pembangunan properti di Pulau Kalimantan.

Jika PK Pasutri Ini Dikabulkan, Publik Patut Bertanya: Ada Apa?

Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Yansen dan Meliana Jusman layak diawasi ketat. Sebab, perkara ini telah diputus Mahkamah Agung secara inkrah, dan vonis dua tahun enam bulan penjara telah dijalankan. Dalam konteks hukum yang sudah final, wajar jika publik mempertanyakan—mengapa masih ada upaya PK tanpa disertai novum yang jelas?

Jika permohonan ini sampai dikabulkan, sementara tidak ada bukti baru yang sah secara hukum, maka keputusan itu justru akan menodai prinsip kepastian hukum. Lebih jauh, hal ini bisa menimbulkan kecurigaan: apakah proses hukum berjalan sebagaimana mestinya atau ada intervensi di luar hukum yang bermain?

Dalam negara hukum, upaya hukum luar biasa seperti PK semestinya tidak menjadi celah untuk menghindar dari hukuman yang sah dan terbukti di tingkat kasasi. Jika pada akhirnya putusan PK justru berbeda dari vonis MA yang sudah berkekuatan hukum tetap, integritas lembaga peradilan akan menjadi taruhan.

Keterangan foto: Terpidana Yansen dan Meliana saat diadili di PN Medan.

 

 

*red

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *