Kompassidik.online|Bintan – Dugaan praktik mafia tanah di Pulau Poto, Desa Kelong, kembali menjadi sorotan. Meski isu penyerobotan lahan dan penahanan surat tanah warga sudah mencuat sejak 2023, hingga pertengahan 2025, Kepala Desa Kelong, Alimin, belum pernah tersentuh proses hukum. Senin 30 Juni 2025.
Padahal, sejumlah warga Kampung Tenggel telah menyampaikan keluhan terbuka, menyebut Alimin sebagai pihak yang menolak mengurus surat mereka, namun sigap memfasilitasi pengukuran dan proses untuk perusahaan PT GB‑KEK dan PT MMJ.
“Surat tanah kami ditolak. Tapi perusahaan difasilitasi cepat. Siapa yang dibela?” – Warga Kampung Tenggel
Klarifikasi Tak Meredam Kecurigaan
Alimin sempat menggelar sosialisasi pada 1 Juni 2023 dan menyatakan bahwa ia hanya menjalankan prosedur. Ia juga membantah tuduhan menjual lahan, dan menyebut dirinya hanya memediasi antara perusahaan dan warga. Tapi hingga kini:
Tidak ada audit publik terhadap dokumen pengukuran lahan
Warga belum menerima ganti rugi memadai
Proses hukum stagnan di tingkat “klarifikasi”, tanpa penyelidikan lebih lanjut terhadap pejabat desa
Polres Bintan Tangani Kasus Mafia Tanah, Tapi Bukan Alimin?
Pada awal 2025, Satreskrim Polres Bintan menangani beberapa tersangka dalam kasus mafia tanah di wilayah Bintan. Namun, nama Alimin tidak masuk daftar penyidikan, menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik:
“Apakah Alimin terlalu kuat untuk disentuh hukum? Atau aparat terlalu takut mengusut tuntas?” – Aktivis pemantau kebijakan desa
Warga Masih Menunggu Keadilan
Sampai Juni 2025:
Puluhan warga masih belum menerima kepastian hak atas tanah
Kompensasi lahan berjalan lambat, penuh tarik-ulur
Proyek KEK terus berjalan, meninggalkan warga dalam ketidakpastian
TUNTUT TRANSPARANSI!
Warga dan pengamat mendesak:
1. Inspektorat Bintan segera audit aset dan dokumen Desa Kelong
2. Kejari dan Polres membuka kembali aduan warga terkait penahanan surat tanah
3. Pemerintah provinsi turun tangan untuk menghindari konflik horizontal
📣 “Jika kepala desa tak bisa berpihak pada warganya sendiri, apa bedanya dengan makelar proyek investor?”
Pulau Poto bisa jadi hanya permulaan. Pertanyaannya: Siapa dalang sesungguhnya di balik skema perampasan tanah ini?