*Gambar ini tanggal 09/04/2025*
www.kompassidik.online|Tanjungpinang Klarifikasi yang dikeluarkan oleh pihak Polsek Bintan Center bersama Tim Intel Korem 033/WP terkait dugaan aktivitas perjudian sabung ayam dan dadu putar (cingkoko) di kawasan Km 15 Kelurahan Air Raja, Kota Tanjungpinang, menuai kontroversi. Kamis, 10 April 2025.
Penertiban yang dilakukan pada Selasa, 9 Maret 2025 pukul 15.00 WIB, disebut sebagai tindak lanjut dari pemberitaan media online www.kompassidik.online yang mengangkat isu masih beroperasinya lokasi perjudian tersebut. Namun, klarifikasi yang menyebut bahwa lokasi telah tutup selama satu bulan, serta tidak adanya keterlibatan oknum TNI, dianggap belum menjawab secara utuh fakta yang terjadi di lapangan.
Keterangan Pemilik vs Fakta Lapangan
Dalam keterangannya, Bapak Tombak Panjaitan mengaku sebagai pemilik lahan dan menyebut bahwa kegiatan sabung ayam maupun dadu putar sudah tidak lagi dilakukan. Bahkan, lokasi kini disebut sudah dialihfungsikan menjadi tempat daur ulang sampah (besi tua) dan warung kopi untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Namun, berdasarkan pantauan sejumlah pihak, termasuk warga yang enggan disebutkan namanya, pada Minggu, 6 April 2025 — hanya tiga hari sebelum pengecekan — lokasi tersebut justru tampak ramai, bahkan seperti tengah berlangsung kegiatan terorganisir yang tidak bisa dianggap sepele.
Warga Sekitar Terbelah, Nama AP Ikut Mencuat
Menariknya, dalam klarifikasi juga muncul nama warga sekitar seperti Bapak Sitorus yang menyatakan tidak pernah mendengar adanya aktivitas judi, apalagi keterlibatan oknum TNI. Namun, informasi lain di lapangan menyebut adanya figur berinisial AP yang disebut-sebut memiliki pengaruh dan kendali di lokasi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru: benarkah Tombak Panjaitan pemilik tunggal, atau hanya figur yang “ditampilkan” ke publik?
Media Dituding Sebar Hoaks? Klarifikasi Polsek Dinilai Prematur
Yang menjadi perhatian besar adalah adanya kesan bahwa klarifikasi dari pihak Polsek Tanjungpinang Timur terkesan “menyerang balik” media yang pertama kali mengungkap isu ini, yakni www.kompassidik.online, dengan menyebut pemberitaan tersebut tidak sesuai fakta.
Padahal, hingga saat ini belum ada pembuktian kuat yang menunjukkan bahwa laporan tersebut adalah hoaks. Justru yang muncul adalah kesan bahwa klarifikasi ini hanya sebatas pembelaan sepihak yang berisiko menutupi potensi pelanggaran lebih dalam.
Transparansi Dibutuhkan, Bukan Klarifikasi Sepihak
Sebagai bagian dari elemen kontrol sosial, media memiliki tanggung jawab menyampaikan informasi ke publik, tentu dengan landasan fakta. Namun ketika informasi yang disampaikan justru dibalas dengan tudingan tanpa transparansi penyelidikan, hal ini justru bisa mencederai prinsip demokrasi dan keterbukaan informasi publik.
Publik berhak tahu: benarkah aktivitas ilegal itu sudah berhenti? Apakah benar tidak ada keterlibatan oknum aparat? Dan apakah klarifikasi ini benar-benar berdasar, atau hanya formalitas untuk menenangkan situasi?